REVIEW BUKU
TERAPI HUMANISTIK
Dalam buku yang berjudul Terapi Humanistik yang disusun
oleh Sutyas Prihanto, Elly Yuliandari dan Verina H. Secapramana yang digunakan
sebagai Garis Besar Bahan Kuliah Fakultas Psikologi Universitas Surabaya ini
menjelaskan mengenai Terapi Humanistik yang merupakan salah satu dari aliran
berpikir psikologi yaitu : Behaviorisme , psikoanalisis , dan psikologi
humanistik.
Pada Bab I menjelaskan mengenai hal-hal sbb :
A.
Psikologi Humanistik
Perbedaan
psikologi humanistik dengan tiga aliran utama psikologi, diawali dari tokoh-tokoh
utama psikologi humanistik, yaitu Maslow yang mengemukakan teori hierarki
kebbutuhan manusia, Rogers yang memperkenalkan client-centered therapy, dan Rollo May yang mendalami pemanfaatan
filsafat eksistensialisme dan fenomenologi pada kajian masalah-masalah
psikologi.
Psikologi humanistik terutama
berorientasi pada nilai-nilai manusia. Maslow dan Rogers, misalnya,
berpandangan bahwa perkembangan manusia mengarah pada aktualisasi diri. Karena
itu, menurut mereka pada dasarnya manusia ini mempunyai kekuatan intrinsik yang
pada hakikatnya mengarahkan dia untuk menjadi baik. Namun pandangan ini
ditentang oleh beberapa tokoh psikologi humanistik yang menyatakan sebaliknya.
Bebetapa istilah lain dari Kekuatan
Ketiga yaitu; 'self-awareness movement'
(karena kesadaran diri menjadi salah satu kunci dalam psikologi humanistik), 'human potential movement' (karena
ditujukan untuk selalu lebih memanfaatkan poteni manusia sepenuhnya), 'personal growth' (karena didasarkan
pada keyakinan bahwa manusia dapat berkembang dari batas yang ia yakini
sebelumnya, jika ia memperoleh kesempatan yang tepat dan diberi keleluasaan
pengambangan diri).
Perbedaan
dari terapi humanistik dengan pendekatan utama psikologi dapat digambarkan
melalui bagan sbb :
TEKNIK-TEKNIK
TERAPIS HUMANISTIK
Secara
tradisional, terapi hanya diperuntukkan untuk menangani orang-orang yang
mengalami gangguan emoional atau penderita neurotik atau psikotik. Terapi
humanistik juga dilakukan untuk orang-orang yang “sehat” atau populasi normal,
yang menginginkan pertumbuhan pribadi yang lebih penuh.
Jenis-jenis
terapi humanistik yang akan dipelajari lebih mendalam adalah:
1.
Person-centered
Therapy (Carl R. Rogers)
2.
Gestalt
Therapy (Fritz Perls)
3.
Transactional
Analysis (Eric Berne)
4.
Rational-Emotive
Therapy (Albert Ellis)
5.
Logotherapy
(Viktor Frankl)
6.
Existential
Analysis (Rollo May, James F. T. Bugental)
7.
Terapi kelompok dengan
pendekatan humanistik
Beberapa jenis terapi tersebut kemudian dapat dijelaskan
sbb :
A.
PERSON CENTERED THERAPHY ( PCT )
Terapi ini dikembangkan oleh Carl
Ransom Rogers pada tahun 1940 – an sampai dengan 1950 – an, sehingga sering
juga disebut Rogerian Counselling atau
Rogerian Therapy, meskipun Rogers
sendiri tidak setuju dengan istilah itu. Ketidaksetujuan Rogers ini erat
kaitannya dengan proses awal munculnya PCT tersebut. Rogers sendiri
pertama-tama tidak bermaksud membuat suatu aliran terapi tersendiri. Ia hanya
mengemukakan serangkaian hipotesis tentang penyebab perubahan kepribadian
secara konstruktif. Kemudian ia menguji serangkaian hipotesis tersebut kepada
klien-kliennya. Rogers juga mendorong dikembangkannya praktik terapi yang
dipeloporinya melalui berbagai penelitian dan percobaan sehingga teknik
tersebut dapat berkembang terus
Manifestasi teori
kepribadian dalam keyakinan terhadap pendekatan PCTTerdapat
tiga kondisi yang membentuk iklim yang meningkatkan pertumbuhan tersebut,
yaitu: (1) genuineness, realness, or
cogruence, (2) acceptance or caring
or prizing – unconditional positive regard, dan (3) empathic understandig.
KARAKTERISTIK TERAPI PCT
Terapis
yang berhasil, menunjukkan empat karakteristik sebagai berikut:
1.
Penghargaan
positif tanpa syarat (unconditional
positive regard)
Secara jujur dan tulus, terapis
harus menyukai kliennya. Terapis tidak harus menyetujui setiap perilaku
kliennya, namun ia harus mampu membedakan antara dosa dan pendosa (sins and sinner), perilaku salah dan
orang salah.
2.
Empati
secara akurat (accurate empathy)
Ini berarti kemampuan untuk
mempersepsi secara akurat dunia internal klien dengan menggunakan cara
non-evaluatif. Untuk menunjukkan empati secara akurat, terapis berusaha
mengetahui bahwa ia bersungguh-sungguh mengerti apa yang dimaksud klien.
Semakin terapis mampu merasakan secara akurat perasaan-perasaan dan makna-makna
pribadi yang sedang dialami klien, kemudian mengkomunikasikan pemahaman yang
penuh penerimaan ini, maka akan semakin besar kemungkinannya terjadi perubahan
pada diri klien dalam proses terapi.
3.
Kongruensi
dalam hubungan interpersonal (congruence
in interpersonal relationship)
Kesediaan terapis untuk menjadi
dirinya sendiri secara alamiah dan terbuka, dalam hubungannya dengan orang
lain. Kondisi ini ditandai dengan hubungan yang tulus dan tidak mengada-ada
(realistis).
4.
Belajar
dari klien (learn from the client)
Terapis yang baik harus mampu
berdiam diri dan menyimak (active
listening). Terapi adalah komunikasi dua arah, sehingga terapis dapat
belajar dan memperoleh manfaat tertentu dari hubungan dengan kliennya.
TAHAP-TAHAP
PROSES TERAPI
Umumnya terdapat 7 (tujuh) tahapan
terapi:
Tahap 1 : Komunikasi klien biasanya tentang hal-hal di luar
dirinya, bukan tentang dirinya.
Tahap
2 : Klien mulai mendeskripsikan
perasaan-perasaan namun belum mengenali atau
“memiliki” perasaan tersebut secara personal.
Tahap 3 : Klien mulai membuka dirinya namun masih menganggapnya
sebagai obyek, biasanya
diungkapkan dalam bingkai pengalaman masa lalu.
Tahap
4 : Klien mulai mengalami
perasaan-perasaan saat ini, namun masih terbatas pada
deskripsi tentang perasaan-perasaan itu,
disertai dengan ketidakpercayaan dan
ketakutan. Klien belum berani mengungkapkan
perasaan-perasaan tersebut secara
langsung.
Tahap 5 : Klien mengalami dan mengungkapkan perasaan-perasaan
secara bebas dalam konteks saat
ini. Perasaaan- perasaan senyatanya mulai “terangkat” ke kesadaran, dan klien mempunyai
dambaan untuk mengalaminya.
Tahap 6 : Klien menerima perasaan-perasaannya dalam segenap
kekayaan dan dimensi kekiniannya.
Tahap 7 : Klien mempercayai pengalaman baru dan bergaul dengan
orang lain secara terbuka dan bebas.
Kalau
pengalaman terapi ini berjalan lancar, maka dapat menimbulkan dorongan
aktualisasi diri yang lebih besar, yang ditandai oleh meningkatnya kongruensi,
keterbukaan terhadap pengalaman, penyesuaian, korespondensi antara diri
senyatanya dengan diri ideal (actual dan
ideal self), penghargaan diri, penerimaan terhadap diri dan orang lain, dan
mulai menghargai nilai-nilai organismik.
B.
GESTALT THERAPHY
Terapi Gestalt dipelopori oleh
Frederich (Fritz) Solomon Perls (1893-1970), seorang dokter yang mendalami
psikoanalisis. Meskipun demikian, hal itu tidak membuatnya gentar untuk
berpikir kritis terhadap konsep psikoanalisis.
Terapi Gestalt merupakan bentuk
terapi yang merupakan refleksi berbagai ragam pemikiran antara lain
Psikoanalisis, Reichian character
analysis, Jung annalistic theory, Zen
Buddism, Taoism, filsafat eksistensialisme, psikodrama. Prinsip yang ada
pada terapi ini adalah setiap individu harus menemukan jalan hidupnya sendiri
dan menemukan tanggung jawab pribadi bila ingin mencapai kematangan. Penekanan
terapi Gestalt adalah pada perubahan perilaku.
Asumsi dasar terapi ini adalah
adanya anggapan bahwa individu memiliki kemampuan untuk menyelesaikan
masalahnya sendiri, cakap dalam mengambil keputusan pribadi, mampu mengambil
keputusan terbaik bagi aktualisasi diri secara mandiri, memiliki potensi,
identitas dan keunikan diri, selalu tumbuh dan mampu berubah. Tugas utama
terapis adalah membantu klien mengaqlami sepenuhnya keberadaannya di sini dan
sekarang (“here and now”).
·
Aturan
Main Terapi Gestalt
Ada beberapa prinsip dasar yang menjadi aturan main
dalam teori Gestalt:
1. Prinsip
here and now
Ide-ide yang dimunculkan dalam
terapi adalah mengenai apa yang terjadi dan dialami saat ini dan sekarang.
2. Mengganti
bahasa “It” menjadi “I”
Hal ini dimaksudkan agar klien
menyadari proses yang terjadi dan merasa terlibat serta bertanggung jawab
terhadap apa yang dialaminya.
3. Penggunaan
awareness secara kontinum
Proses untuk terus-menerus
menyadari pada saat terapi berlangsung dimaksudkan untuk membuat individu dapat
merasakan apa yang dialaminya dan meminimalkan “sekedar” verbalisasi berbagai
pengalamannya. Hal ini merupakan implementasi dictum Perls “Lose your mind and come to your sense”
4. No gosipping
Prinsip ini dimaksudkan untuk
mendorong klien lebih aktif mengekspresikan emosinya dan meminimalkan upaya
menutupi perasaannya.
5. Memformulasikan
pertanyaan
Terapi Gestalt memberikan perhatian
pada pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh klien. Terapis perlu lebih peka
untuk menganalisis apakah pertanyaan itu merupakan ekspresi sikap pasif dan
malas individu, upaya menggali informasi yang sebenarnya tidak perlu. Dalam hal
ini terapis perlu mengajak klien untuk memformulasikan pertanyaan tersebut
menjadi pernyataan.
A.
TEKNIK-TEKNIK
DALAM TERAPI GESTALT
Penggunaan teknik akan sangat
bergantung pada karakteristik klien, situasi, masalah yang ditangani dan gaya
terapis.
1.
Permainan
Dialog (Empty Chair Technique)
Asumsi yang mendasari digunaknnya
teknik ini adalah dalam diri klien ada semacam pertentangan antara top dog dan under dog. Dalam menghadapi suatu masalah akan terjadi dialog
diantara kedua aspek tersebut.
Top
dog adalah bagian dari diri individu yang
adil, otoriter, moralistic, menuntut, berlaku seperti majikan dan manipulative.
Ia adalah orang tua yang kritis. Mengusik dengan kata-kata harus, wajib, dsb.
Sedangkan under dog bersifat defensive, merupakan korban, membela diri, tidak
berdaya, lemah dan tidak memiliki kekuasaan. Ia adalah sisi pasif tanpa
tanggung jawab.
Konflik diantara dua sisi
kepribadian ini merupakan manifestasi introyeksi nilai-nilai orang lain,
biasanya orang tua ke dalam diri individu.
Untuk mengatasi konflik ini bisa
diterapkan metode kursi kosong. Dalam hal ini di ruangan disediakan dua kursi
kosong. Klien diminta untuk memerankan dua aspek yang bertentangan satu sama
lain tersebut. Pada satu sisi dia memerankan top dog, di sisi lain ia memerankan under dog.
Kursi kosong adalah cara yang dapat
digunakan agar klien mengeksternalisasikan introyeksinya. Dengan cara ini
konflik dapat dimunculkan ke permukaan dan klien dapat mengalami situasi
konflik secara penuh. Konflik dapat diselesaikan dengna penerimaan dan
integrasi ke dua sisi kepribadian oleh klien. Teknik ini bermanfaat membantu
klien berhubungan dengan sisi lain dari kepribadiannya yang cenderung
diingkari.
2.
Berkeliling
Teknik ini digunakan bila klien
memiliki masalah dengan khalayak. Klien diminta berkeliling pada anggota lain
dan berbicara serta melakukan sesuatu pada anggota yang lain. Maksud teknik ini
adalah memupuk keberanian, menghadapi, menyingkap diri, bereksperimen dengan
tingkah laku yang baru, serta tumbuh dan berubah.
3.
Melatih
Tanggung Jawab
Melatih tanggung jawab dilakukan
dengan cara meminta klien menambahkan kalimat “saya bertanggung jawab ……….”
Pada kalimat yang diucapkan. Upaya untuk melibatkan individu dalam suatu proses
secara keseluruhan yang dialaminya ini dimaksudkan untuk menumbuhkan kesadaran
dan tanggung jawab klien akan apa yang dilakukannya. Dengan cara ini klien
dilatih untuk menerima perasaannya sendiri dan tidak memproyeksikannya pada
orang lain. Juga untuk mengurangi keterasingan individu terhadap dorongan-dorongan,
perasaan-perasaan dan aspek lain yang ada dalam dirinya.
4.
Mengungkapkan
Rahasia
Teknik ini dimaksudkan
mengeksplorasi perasaan-perasaan malu yang dirasakan individu. Hal ini
dilakukan terutama untuk mereka yang sulit membicarakan apa yang dianggap sebagai
rahasia pribadi.
Terapis meminta klien untuk
membayangkan apa yang akan terjadi, pandangan dan komentar orang lain bila ia
membuka rahasianya. Selain itu, ia akan meminta pula orang lain untuk
membayangkan apa yang terjadi bila ia melakukan hal serupa. Selanjutnya terapis
meminta anggota yang lain mengungkapkan apa reaksi yang akan diberikan bila
klien mengemukakan rahasianya.
5.
Bermain
Proyeksi
Adakalanya klien bersikap
memproyeksikan apa yang tidak diinginkannya dalam dirinya pada diri orang lain.
Misalnya klien tidak dapat mempercayai anggota lain, ia mengatakan bahwa mereka
tidak mempercayainya.
Dalam hal ini, terapis dapat
meminta klien mengungkapkan langsung apa yang menjadi ganjalannya tersebut
kepada anggota kelompok yang lain.
6.
Teknik
Pembalikan
Teknik pemmbalikan dilakukan bila
klien merasakan adanya sisi yang diingkari dalam dirinya. Sebagai contoh
seseorang yang terkesan pendiam, namun sebenarnya ia berkeinginan juga untuk
lebih terbuka dan komunikatif. Dalam hal ini terapis akan meminta klien untuk
memainkan peran yang berlawanan sama sekali dengan apa yang dinampakkannya
selama ini. Cara ini dilakukan agar klien memahami dan menerima sisi lain dalam
dirinya.
7.
Permainan
Ulangan
Pada dasarnya setiap klien memiliki
pemikiran tertentu yang cenderung diulang-ulang. Isi pikiran yang dimaksud
adalah mengenai peran-peran tertentu yang dituntut oleh masyarakat. Dalam
permainan ulangan ini klien diminta untuk memerankan apa yang menjadi tuntutan
masyarakat tersebut. Dengan cara ini diharapkan klien dapat menganalisis dan
menyadari seberapa besar tuntutan masyarakat pada dirinya, apa yang bisa
dipenuhi apa yang tidak mungkin dilakukan, bagaimana keinginannya sendiri.
8.
Melebih-lebihkan
Dalam hal ini klien diminta untuk
memerankan suatu peran tertentu. Peran yang dijalaninya akan sangat berkaitan
dengan ekspresi tubuh yang dinampakkan klien. Dalam hal ini klien diminta peka
terhadap isyarat-isyarat tubuh yang dinampakkan. Misalnya bila klien nampak
gemetar, terapis meminta klien untuk melebih-lebihkan getaran yang
dinampakkannya tersebut.
Gerakan melebih-lebihkan yang
dilakukan berulang-ulang tersebut dimaksudkan untuk mengkomunikasikan
makna-makna penting ataupun ungkapan yang tidak lengkap. Tindakan
berulang-ulang akan membuat makna yang dimaksud lebih jelas. Langkah
selanjutnya, klien diminta apa yang menyebabkan hal itu terjadidengan suara
keras. Dengan cara ini klien diharapkan dapat mendengarkan kata hatinya
sendiri.
9.
Tetap
Dengan Perasaan
Biasanya saat menghadapi suatu
masalah klien menghindari perasaan-perasaan tertentu. Sebagai contoh perasaan
sakit hati, cemburu, marah, dsb.
Dalam hal ini terapis akan meminta
klien untuk bertahan dan membayangkan apa yang dihindarinya tersebut. Hal ini
dilakukan untuk mendorong klien menyelami lebih jauh perasaan-perasaan sakit
hati yang dialaminya. Cara ini dimaksudkan untuk membuka jalan menuju
pertumbuhan dan makna baru dalam hidupnya.
10. Mimpi
Mimpi merupakan manifestasi upaya
klien untuk menekan aspek tertentu dalam ketidaksadaran. Dalam mimpi hal-hal
yang ditekannya muncul ke permukaan.
Dalam terapi Gestalt, mimpi
tersebut dihadirkan kembali ke dunia nyata. Klien tidak hanya membicarakan
mimpinya, namun juga mengalaminya.
C.
TRANSACTIONAL ANALYSIS
Terapi
ini dikembangkan oleh Eric Berne. Sebagai dokter jiwa, Berne mendapatkan tugas
untuk memeriksa kesehatan mental ratusan prajurit Amerika. Untuk itu ia
memiliki waktu yang terbatas. Sehubungan dengan hal tersebut, Eric
mengembangkan metode yang cepat dan praktis guna mengenali kondisi mental para
prajurit. Berdasarkan metode yang diterapkan ini, ternyata ia mampu mengenali
karakteristik para prajurit dalam waktu singkat. Berdasarkan metode yang serupa
dikembangkan Transactional Analysis
Therapy atau terapi Analisis
Transaksional (A. T.)
Analisis Transaksional merupakan bentuk terapi yang
lebih memfokuskan pada kemampuan individu untuk mengambil keputusan baru. A. T.
menekankan aspek kognitif-rasional-behavioral dalam membuat keputusan baru.
·
BEBERAPA
POKOK PIKIRAN ANALISIS TRANSAKSIONAL
A.T. adalah sebuah teori tentang kepribadian dan
cara sistematis untuk melakukan psikoterapi demi pertumbuhan dan perubahan
pribadi. Sebagai teori kepribadian A.T. memberikan gambaran tentang bagaimana
orang distruktur secara psikologis menggunakan model tiga bagian ego states. Dengan demikian, A.T. juga
memaparkan teori tentang psikopastologi. A.T. juga digunakan sebagai teori
tentang komunikasi untuk menganalisis system dan organisasi.
·
KONSEP
TENTANG EGO STATES
Dalam perilakunya, manusia pada
dasarnya memiliki tiga jenis ego: ego orang tua, orang dewasa dan anak.
Ø Ego
Orang Tua (Parent)
Ego orang tua merupakan introyeksi
pikiran dan perasaan orang tua. Ego orang tua berisi hal-hal yang bersifat
“harus” dilakukan, nilai-nilai, aspek moral. Secara khusus ego orang tua dapat
dimaksudkan sebagai upaya meniru kembali sikap dan perilaku dari salah satu
orang tua atau pengganti orang tua. Ego orang tua dapat dibedakan menjadi dua
jenis, yaitu ego orang tua pemelihara dan ego orang tua pengkritik.
Ø Ego
Orang Dewasa (Adult)
Ego orang dewasa adalah merupakan
aspek realistic dalam diri seseorang. Ia merupakan bagian obyektif dari
kepribadian. Aspek yang menjadi penekanan adalah fakta-fakta di sekitar
dirinya. Berdasarkan fakta-fakta yang ada, ego orang dewasa mampu memeberikan
pemecahan terbaik bagi persoalan yang sedang dihadapi.
Ø Ego
Anak (Child)
Ego anak berisi perasaan-perasaan,
dorongan-dorongan, dan tindakan-tindakan yang bersifat spontan. Anak dalam diri
kita dapat terbagi menjadi beberapa macam, yaitu:
1. Anak
alamiah, adalah anak yang impulsive, tidak terlatih, spontan dan ekspresif.
2. Professor
cilik bersifat manipulative dan kreatif.
3. Anak
yang disesuaikan menunjukkan adanya modifikasi yang dihasilkan dari
pengalaman-pengalaman traumatik, tuntutan-tuntutan, latihan dan
ketetapan-ketetapan yang dilakukan.
Egogram
Simbolisasi tiga bentuk ego
dinampakkan dalam bentuk sirkulasi ke 3 aspek egogram. Egogram menggambarkan
kondisi ego dalam bentuk grafik. Bagaimana energy dimunculkan nampak dalam
komposisi kelima egogram. Tiga bentuk ego individu, masing-masing dibagi lagi
manjadi komponennya, sehingga kesemuanya ada lima macam ego.
Pemilahan Ego
Ego
|
Pemilahan
|
Ego Orang Tua
|
Critical Parent (CP)
|
Nurturing Parent (NP)
|
|
Ego Dewasa
|
|
Ego Anak-Anak
|
Free Child (FC)
|
Adapted Child (AC)
|
Setiap individu memiliki
kepribadian yang unik maka komposisi kelima aspek tersebut berlainan satu sama
lainnya. Grafik yang tinggi menunjukkan energi dan waktu yang banyak tercurah
pada jenis ego tersebut. Sedangkan grafik yang rendah menggambarkan energi dan
waktu yang tidak banyak dicurahkan.
Bila salah satu bagian ego
meningkat maka ego yang lainnya menurun. Egogram individu bersifat relatif
menetap. Perubahan hanya dimungkinkan bila individu berkeinginan untuk
melakukan perombakan komposisi ego di dalam dirinya.
Jenis Ego
|
Sifat
|
Critical Parent (CP)
|
Asertif, mengarahkan, membatasi, membuat aturan, menekankan
nilai-nilai persona, mengutamakan kebenaran.
Terlalu banyak CP cenderung dictator.
|
Nurturing Parent (NP)
|
Empati, membimbing dan mendorong perkembangan.
Terlalu banyak NP cenderung tertekan.
|
Adult (A)
|
Rasional, factual, tepat, tidak emosional, obyektif.
Terlalu banyak A cenderung membosankan.
|
Free Child (FC)
|
Spontan, ingin tahu, bebas, memiliki hasrat yang tinggi, intuitif.
Terlalu banyak FC cenderung tidak terkontrol.
|
Adapted Child (AC)
|
Kompromis, konformis, adaptif, mudah menyesuaikan diri. Bisa juga
muncul sikap yang bersifat pseudo-rebel
(bersikap oposisional terhadap apa yang diharapkan)
Terlalu banyak AC timbul perasaan bersalah,
depresi, seperti robot dan kekanak-kanakan.
|
Ø Fokus
Terapi
Ini ditujukan guna tercapainya
keseimbangan tiga aspek ego dalam diri individu. Tujuan terapi adalah mencapai
keseimbangan. Bukan berarti ketiga aspek ego dalam kondisi yang serupa. Namun
yang penting tidak ada energi yang disalurkan secara berlebihan pada salah satu
aspek ego saja.
Fungsi terapis adalah membantu
klien mencapai keseimbangan dalam dirinya. Pada dasarnya individu sendiri
bertanggung jawab akan keadaan dirinya. Manusia memiliki kemampuan untuk
melakukan evaluasi berbagai aspek di dalam dirinya. Manyangkut masa lalunya,
pikiran, kepribadian, gaya hidup, dan pengalaman yang bersifat negative untuk
diubah dengan cara pandang yang lebih sehat.
Ø Proses
Terapi
Untuk membangkitkan tanggung jawab
individu, selama proses terapi digunakan bahasa yang mudah untuk dimengerti.
Proses terapi dimulai dengan membuat kontrak antara terapis dan klien. Hal ini
menyangkut kondisi atau target yang akan dicapai dalam proses terapi.
D.
EXISTENSIAL THERAPHY DAN LOGOTHERAPHY
Teknik terapi eksistensial dan
logotheraphy sulit sekali dipisahkan karena keduanya didasarkan pada aliran
filsafat yang sama ( Eksistensialisme ) dan keduanya menggunakan pendekatan
yang sama ( humanistik ) .
·
Konsep Dasar terapi
eksistensial
Konsep dasar terapi eksistensial adalah mengubah konsep
berpikir, dari kondisi merasa lemah dan tidak berdaya menjadi lebih bertanggung
jawab dan mampu mengontrol kehidupannya sendiri, menemukan jati dirinya,
sehingga menemukan kesadaran diri sendiri yang dapat mengeliminasi perasaan
tidak berarti (not being) sedangkan perasaan tidak berarti ini biasanya muncul
dalam kondisimerasa tidak berdaya , rasa bersalah ,putus asa dsb.
Konsep teori eksistensialis bukan merupakan sistem terapi
yang komprehensif , eksistensialis memandang proses terapi dari susdut pandang
suatu paradigma untuk memahami dan mengerti kondisi individu yang sedang
bermasalah. Oleh karena itu, terapi eksistensialis memandang klien sebagai
manusia bukan sekadar aspek pola perilaku beserta mekanismenya.
·
Proses terapi
Tahapan terapi eksistensialis dilakukan dengan
memperhatikan beberapa langkah sbb :
o
Kesadaran akan
tanggung jawab pribadi
Terapi berupaya untuk mengembangkan kemampuan klien untuk
menggali perasaan dan perilakunya sendiri. Jika klien mengatakan “ saya tidak
menyadari “ terapis mengomentari “ lalu kesadaran itu milik siapa ? “ dan
memberikan pandangan bahwasanya tanggung jawab merupakan bagian dari kebebasan
. Berdasarkan tanggung jawab yang dimiliki individu memiliki kebebasan
melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang diinginkannya.
o
Mengenali keinginan
klien
Klien perlu belajar bahwa keinginan memberikan makna dalam
kehidupan. Keinginan merupakan bagian kehidupan yang harus diwujudkan, hubungan
yang mesra , cinta kasih dapat terwujud karena adanya keinginan.
o
Pengambilan
keputusan
Terapis perlu membantu klien untuk belajar membuat keputusan. Strategi yang
penting adalah membuat membuat individu belajar mengenai kesiapan individu
dalam menerima segala kemungkinan.
Jadi , dapat dijelaskan bahwasnya prinsip-prinsip
psikologi humanistik adalah sbb :
Psikologi
Humanistik mempunyai orientasi nilai yang berpegang pada pandangan optimistis
dan konstruktif tentang manusia dan kapasitas dasar mereka untuk dapat menentukan
diri sendiri (self-determining).
Psikologi Humanistik didasari oleh keyakinan bahwa kekuatan niat (intentionality) dan nilai-nilai etis
merupakan kekuatan-kekuatan psikologis yang penting, sebagai bagian dari
penentu dasar perilaku manusia.
Karena itu,
penekanan pada kebebasan individual harus diimbangi dengan pengakuan terhadap
kesaling-tergantungan (interdependensi) antara individu yang satu dengan yang
lain, dan saling tanggung jawab satu sama lain, tanggung jawab terhadap
masyarakat dan kebudayaan, dan tanggung jawab terhadap masa depan. Karena itu
praktik terapi humanistik selalu diarahkan pada upaya untuk meningkatkan
kesadaran akan kekuatan pilihan pribadi, namun tetap memperhatikan keefektifan
kelompok-kelompok sosial.
Sedangkan Tujuan
utama terapi humanistik adalah membawa individu untuk mengenali dorongan
alamiah (innate tendency) untuk
meningkatkan dirinya agar mengarah pada pertumbuhan (growth), kematangan (maturity)
dan pengayaan hidup (life enrichment) dan memiliki karakteristik sbb :
a. Sikap terapis lebih penting daripada
latihan teknis atau keterampilan. Dalam
teori Roger, sikap terapis tersebut hendaknya ditandai dengan tiga ciri pokok:
(1) kepekaan memahami pengalaman-pengalaman subjektif dan perasaan-perasaan
klien secara akurat, (2) penghargaan positif tanpa syarat atau unconditional positive regards, dan (3)
ketulusan (genuineness).
b. Terapis memfasilitasi tumbuhnya suasana yang memungkinkan
individu untuk mengenali dorongan terdalam di dalam dirinya yang akan mengarahkan
dirinya pada sasaran yang positif dan konstruktif. Kalau manusia dapat diajak
untuk melihat sisi dirinya yang terdalam, ia akan mempunyai kesadaran sendiri
untuk memperbaiki beberapa perilaku-perilaku yang maladaptif. Perilaku-perilaku
maladaptif ini pada dasarnya hanya merupakan topeng atau penampilan semu
belaka.
c.
Terapis
menekankan pemahaman manusia seutuhnya (the
whole person). Manusia terndiri dari beberapa lapisan. Ada dua prinsip yang
dipraktikkan, yaitu: (1) Adanya tanggung jawab sepenuhnya untuk diri pribadi.
Terapis hanya menjadi fasilitator dan “cermin” bagi klien. (2) Pencapaian
integrasi diri, yang erat kaitannya dengan konep the whole peron. Dalam hal ini, semua kekurangan dapat diperbaiki,
semua ketertinggalan dapat dikejar, semua lubang kelemahan dapat ditutupi, dsb.
Ini merupakan pandangan yang optimistik dari terapi humanistik yang hendak
ditularkan kepada klien.
d. Terapis menekankan terjadinya perubahan dan perkembangan.
Manusia bukan makhluk yang statis, yang menjadi budak kebutuhan-kebutuhan
biologis atau terpenjara oleh pengalaman masa lalunya.
e. Menumbuhkan motivasi yang kuat pada diri individu dalam “proses
menjadi” (being process). Dalam
pendekatan psikologi yang lain, manusia baru berperilaku kalau ia merasakan
suatu kekurangan (defisiensi) pada dirinya.
- Adha Anggraini, 101014041-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar