Rabu, 04 April 2012

Review buku " Terapi Humanistik "

REVIEW BUKU
TERAPI HUMANISTIK


Dalam buku yang berjudul Terapi Humanistik yang disusun oleh Sutyas Prihanto, Elly Yuliandari dan Verina H. Secapramana yang digunakan sebagai Garis Besar Bahan Kuliah Fakultas Psikologi Universitas Surabaya ini menjelaskan mengenai Terapi Humanistik yang merupakan salah satu dari aliran berpikir psikologi yaitu : Behaviorisme , psikoanalisis , dan psikologi humanistik.
Pada Bab I menjelaskan mengenai hal-hal sbb :
A.    Psikologi Humanistik
 Perbedaan psikologi humanistik dengan tiga aliran utama psikologi, diawali dari tokoh-tokoh utama psikologi humanistik, yaitu Maslow yang mengemukakan teori hierarki kebbutuhan manusia, Rogers yang memperkenalkan client-centered therapy, dan Rollo May yang mendalami pemanfaatan filsafat eksistensialisme dan fenomenologi pada kajian masalah-masalah psikologi.
            Psikologi humanistik terutama berorientasi pada nilai-nilai manusia. Maslow dan Rogers, misalnya, berpandangan bahwa perkembangan manusia mengarah pada aktualisasi diri. Karena itu, menurut mereka pada dasarnya manusia ini mempunyai kekuatan intrinsik yang pada hakikatnya mengarahkan dia untuk menjadi baik. Namun pandangan ini ditentang oleh beberapa tokoh psikologi humanistik yang menyatakan sebaliknya.
            Bebetapa istilah lain dari Kekuatan Ketiga yaitu; 'self-awareness movement' (karena kesadaran diri menjadi salah satu kunci dalam psikologi humanistik), 'human potential movement' (karena ditujukan untuk selalu lebih memanfaatkan poteni manusia sepenuhnya), 'personal growth' (karena didasarkan pada keyakinan bahwa manusia dapat berkembang dari batas yang ia yakini sebelumnya, jika ia memperoleh kesempatan yang tepat dan diberi keleluasaan pengambangan diri).
            Perbedaan dari terapi humanistik dengan pendekatan utama psikologi dapat digambarkan melalui bagan sbb :















 







 








TEKNIK-TEKNIK TERAPIS HUMANISTIK
         Secara tradisional, terapi hanya diperuntukkan untuk menangani orang-orang yang mengalami gangguan emoional atau penderita neurotik atau psikotik. Terapi humanistik juga dilakukan untuk orang-orang yang “sehat” atau populasi normal, yang menginginkan pertumbuhan pribadi yang lebih penuh.
         Jenis-jenis terapi humanistik yang akan dipelajari lebih mendalam adalah:
1.            Person-centered Therapy (Carl R. Rogers)
2.            Gestalt Therapy (Fritz Perls)
3.            Transactional Analysis (Eric Berne)
4.            Rational-Emotive Therapy (Albert Ellis)
5.            Logotherapy (Viktor Frankl)
6.            Existential Analysis (Rollo May, James F. T. Bugental)
7.            Terapi kelompok dengan pendekatan humanistik

Beberapa jenis terapi tersebut kemudian dapat dijelaskan sbb :
A.    PERSON CENTERED THERAPHY ( PCT )
Terapi ini dikembangkan oleh Carl Ransom Rogers pada tahun 1940 – an sampai dengan 1950 – an, sehingga sering juga disebut Rogerian Counselling atau Rogerian Therapy, meskipun Rogers sendiri tidak setuju dengan istilah itu. Ketidaksetujuan Rogers ini erat kaitannya dengan proses awal munculnya PCT tersebut. Rogers sendiri pertama-tama tidak bermaksud membuat suatu aliran terapi tersendiri. Ia hanya mengemukakan serangkaian hipotesis tentang penyebab perubahan kepribadian secara konstruktif. Kemudian ia menguji serangkaian hipotesis tersebut kepada klien-kliennya. Rogers juga mendorong dikembangkannya praktik terapi yang dipeloporinya melalui berbagai penelitian dan percobaan sehingga teknik tersebut dapat berkembang terus
Manifestasi teori kepribadian dalam keyakinan terhadap pendekatan PCTTerdapat tiga kondisi yang membentuk iklim yang meningkatkan pertumbuhan tersebut, yaitu: (1) genuineness, realness, or cogruence, (2) acceptance or caring or prizing – unconditional positive regard, dan (3) empathic understandig.

KARAKTERISTIK TERAPI PCT
            Terapis yang berhasil, menunjukkan empat karakteristik sebagai berikut:
1.      Penghargaan positif tanpa syarat (unconditional positive regard)
Secara jujur dan tulus, terapis harus menyukai kliennya. Terapis tidak harus menyetujui setiap perilaku kliennya, namun ia harus mampu membedakan antara dosa dan pendosa (sins and sinner), perilaku salah dan orang salah.
2.      Empati secara akurat (accurate empathy)
Ini berarti kemampuan untuk mempersepsi secara akurat dunia internal klien dengan menggunakan cara non-evaluatif. Untuk menunjukkan empati secara akurat, terapis berusaha mengetahui bahwa ia bersungguh-sungguh mengerti apa yang dimaksud klien. Semakin terapis mampu merasakan secara akurat perasaan-perasaan dan makna-makna pribadi yang sedang dialami klien, kemudian mengkomunikasikan pemahaman yang penuh penerimaan ini, maka akan semakin besar kemungkinannya terjadi perubahan pada diri klien dalam proses terapi.
3.      Kongruensi dalam hubungan interpersonal (congruence in interpersonal relationship)
Kesediaan terapis untuk menjadi dirinya sendiri secara alamiah dan terbuka, dalam hubungannya dengan orang lain. Kondisi ini ditandai dengan hubungan yang tulus dan tidak mengada-ada (realistis).
4.      Belajar dari klien (learn from the client)
Terapis yang baik harus mampu berdiam diri dan menyimak (active listening). Terapi adalah komunikasi dua arah, sehingga terapis dapat belajar dan memperoleh manfaat tertentu dari hubungan dengan kliennya.
TAHAP-TAHAP PROSES TERAPI
            Umumnya terdapat 7 (tujuh) tahapan terapi:
Tahap 1           : Komunikasi klien biasanya tentang hal-hal di luar dirinya, bukan tentang dirinya.
Tahap 2           : Klien mulai mendeskripsikan perasaan-perasaan namun belum mengenali atau
 “memiliki” perasaan tersebut secara personal.
Tahap 3           : Klien mulai membuka dirinya namun masih menganggapnya sebagai obyek, biasanya diungkapkan dalam bingkai pengalaman masa lalu.
Tahap 4           : Klien mulai mengalami perasaan-perasaan saat ini, namun masih terbatas pada
 deskripsi tentang perasaan-perasaan itu, disertai dengan ketidakpercayaan dan
 ketakutan. Klien belum berani mengungkapkan perasaan-perasaan tersebut secara
 langsung.
Tahap 5           : Klien mengalami dan mengungkapkan perasaan-perasaan secara bebas dalam   konteks saat ini. Perasaaan- perasaan senyatanya mulai “terangkat” ke kesadaran, dan klien mempunyai dambaan untuk mengalaminya.
Tahap 6           : Klien menerima perasaan-perasaannya dalam segenap kekayaan dan dimensi  kekiniannya.
Tahap 7           : Klien mempercayai pengalaman baru dan bergaul dengan orang lain secara terbuka dan bebas.
Kalau pengalaman terapi ini berjalan lancar, maka dapat menimbulkan dorongan aktualisasi diri yang lebih besar, yang ditandai oleh meningkatnya kongruensi, keterbukaan terhadap pengalaman, penyesuaian, korespondensi antara diri senyatanya dengan diri ideal (actual dan ideal self), penghargaan diri, penerimaan terhadap diri dan orang lain, dan mulai menghargai nilai-nilai organismik.
B.     GESTALT THERAPHY
Terapi Gestalt dipelopori oleh Frederich (Fritz) Solomon Perls (1893-1970), seorang dokter yang mendalami psikoanalisis. Meskipun demikian, hal itu tidak membuatnya gentar untuk berpikir kritis terhadap konsep psikoanalisis.
Terapi Gestalt merupakan bentuk terapi yang merupakan refleksi berbagai ragam pemikiran antara lain Psikoanalisis, Reichian character analysis, Jung annalistic theory, Zen Buddism, Taoism, filsafat eksistensialisme, psikodrama. Prinsip yang ada pada terapi ini adalah setiap individu harus menemukan jalan hidupnya sendiri dan menemukan tanggung jawab pribadi bila ingin mencapai kematangan. Penekanan terapi Gestalt adalah pada perubahan perilaku.
Asumsi dasar terapi ini adalah adanya anggapan bahwa individu memiliki kemampuan untuk menyelesaikan masalahnya sendiri, cakap dalam mengambil keputusan pribadi, mampu mengambil keputusan terbaik bagi aktualisasi diri secara mandiri, memiliki potensi, identitas dan keunikan diri, selalu tumbuh dan mampu berubah. Tugas utama terapis adalah membantu klien mengaqlami sepenuhnya keberadaannya di sini dan sekarang (“here and now”).
·         Aturan Main Terapi Gestalt
Ada beberapa prinsip dasar yang menjadi aturan main dalam teori Gestalt:
1.      Prinsip here and now
Ide-ide yang dimunculkan dalam terapi adalah mengenai apa yang terjadi dan dialami saat ini dan sekarang.
2.      Mengganti bahasa “It” menjadi “I
Hal ini dimaksudkan agar klien menyadari proses yang terjadi dan merasa terlibat serta bertanggung jawab terhadap apa yang dialaminya.
3.      Penggunaan awareness secara kontinum
Proses untuk terus-menerus menyadari pada saat terapi berlangsung dimaksudkan untuk membuat individu dapat merasakan apa yang dialaminya dan meminimalkan “sekedar” verbalisasi berbagai pengalamannya. Hal ini merupakan implementasi dictum Perls “Lose your mind and come to your sense
4.      No gosipping
Prinsip ini dimaksudkan untuk mendorong klien lebih aktif mengekspresikan emosinya dan meminimalkan upaya menutupi perasaannya.
5.      Memformulasikan pertanyaan
Terapi Gestalt memberikan perhatian pada pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh klien. Terapis perlu lebih peka untuk menganalisis apakah pertanyaan itu merupakan ekspresi sikap pasif dan malas individu, upaya menggali informasi yang sebenarnya tidak perlu. Dalam hal ini terapis perlu mengajak klien untuk memformulasikan pertanyaan tersebut menjadi pernyataan.
A.    TEKNIK-TEKNIK DALAM TERAPI GESTALT
Penggunaan teknik akan sangat bergantung pada karakteristik klien, situasi, masalah yang ditangani dan gaya terapis.
1.      Permainan Dialog (Empty Chair Technique)
Asumsi yang mendasari digunaknnya teknik ini adalah dalam diri klien ada semacam pertentangan antara top dog dan under dog. Dalam menghadapi suatu masalah akan terjadi dialog diantara kedua aspek tersebut.
Top dog adalah bagian dari diri individu yang adil, otoriter, moralistic, menuntut, berlaku seperti majikan dan manipulative. Ia adalah orang tua yang kritis. Mengusik dengan kata-kata harus, wajib, dsb.
Sedangkan under dog bersifat defensive, merupakan korban, membela diri, tidak berdaya, lemah dan tidak memiliki kekuasaan. Ia adalah sisi pasif tanpa tanggung jawab.
Konflik diantara dua sisi kepribadian ini merupakan manifestasi introyeksi nilai-nilai orang lain, biasanya orang tua ke dalam diri individu.
Untuk mengatasi konflik ini bisa diterapkan metode kursi kosong. Dalam hal ini di ruangan disediakan dua kursi kosong. Klien diminta untuk memerankan dua aspek yang bertentangan satu sama lain tersebut. Pada satu sisi dia memerankan top dog, di sisi lain ia memerankan under dog.
Kursi kosong adalah cara yang dapat digunakan agar klien mengeksternalisasikan introyeksinya. Dengan cara ini konflik dapat dimunculkan ke permukaan dan klien dapat mengalami situasi konflik secara penuh. Konflik dapat diselesaikan dengna penerimaan dan integrasi ke dua sisi kepribadian oleh klien. Teknik ini bermanfaat membantu klien berhubungan dengan sisi lain dari kepribadiannya yang cenderung diingkari.
2.      Berkeliling
Teknik ini digunakan bila klien memiliki masalah dengan khalayak. Klien diminta berkeliling pada anggota lain dan berbicara serta melakukan sesuatu pada anggota yang lain. Maksud teknik ini adalah memupuk keberanian, menghadapi, menyingkap diri, bereksperimen dengan tingkah laku yang baru, serta tumbuh dan berubah.
3.      Melatih Tanggung Jawab
Melatih tanggung jawab dilakukan dengan cara meminta klien menambahkan kalimat “saya bertanggung jawab ……….” Pada kalimat yang diucapkan. Upaya untuk melibatkan individu dalam suatu proses secara keseluruhan yang dialaminya ini dimaksudkan untuk menumbuhkan kesadaran dan tanggung jawab klien akan apa yang dilakukannya. Dengan cara ini klien dilatih untuk menerima perasaannya sendiri dan tidak memproyeksikannya pada orang lain. Juga untuk mengurangi keterasingan individu terhadap dorongan-dorongan, perasaan-perasaan dan aspek lain yang ada dalam dirinya.


4.      Mengungkapkan Rahasia
Teknik ini dimaksudkan mengeksplorasi perasaan-perasaan malu yang dirasakan individu. Hal ini dilakukan terutama untuk mereka yang sulit membicarakan apa yang dianggap sebagai rahasia pribadi.
Terapis meminta klien untuk membayangkan apa yang akan terjadi, pandangan dan komentar orang lain bila ia membuka rahasianya. Selain itu, ia akan meminta pula orang lain untuk membayangkan apa yang terjadi bila ia melakukan hal serupa. Selanjutnya terapis meminta anggota yang lain mengungkapkan apa reaksi yang akan diberikan bila klien mengemukakan rahasianya.
5.      Bermain Proyeksi
Adakalanya klien bersikap memproyeksikan apa yang tidak diinginkannya dalam dirinya pada diri orang lain. Misalnya klien tidak dapat mempercayai anggota lain, ia mengatakan bahwa mereka tidak mempercayainya.
Dalam hal ini, terapis dapat meminta klien mengungkapkan langsung apa yang menjadi ganjalannya tersebut kepada anggota kelompok yang lain.
6.      Teknik Pembalikan
Teknik pemmbalikan dilakukan bila klien merasakan adanya sisi yang diingkari dalam dirinya. Sebagai contoh seseorang yang terkesan pendiam, namun sebenarnya ia berkeinginan juga untuk lebih terbuka dan komunikatif. Dalam hal ini terapis akan meminta klien untuk memainkan peran yang berlawanan sama sekali dengan apa yang dinampakkannya selama ini. Cara ini dilakukan agar klien memahami dan menerima sisi lain dalam dirinya.
7.      Permainan Ulangan
Pada dasarnya setiap klien memiliki pemikiran tertentu yang cenderung diulang-ulang. Isi pikiran yang dimaksud adalah mengenai peran-peran tertentu yang dituntut oleh masyarakat. Dalam permainan ulangan ini klien diminta untuk memerankan apa yang menjadi tuntutan masyarakat tersebut. Dengan cara ini diharapkan klien dapat menganalisis dan menyadari seberapa besar tuntutan masyarakat pada dirinya, apa yang bisa dipenuhi apa yang tidak mungkin dilakukan, bagaimana keinginannya sendiri.
8.      Melebih-lebihkan
Dalam hal ini klien diminta untuk memerankan suatu peran tertentu. Peran yang dijalaninya akan sangat berkaitan dengan ekspresi tubuh yang dinampakkan klien. Dalam hal ini klien diminta peka terhadap isyarat-isyarat tubuh yang dinampakkan. Misalnya bila klien nampak gemetar, terapis meminta klien untuk melebih-lebihkan getaran yang dinampakkannya tersebut.
Gerakan melebih-lebihkan yang dilakukan berulang-ulang tersebut dimaksudkan untuk mengkomunikasikan makna-makna penting ataupun ungkapan yang tidak lengkap. Tindakan berulang-ulang akan membuat makna yang dimaksud lebih jelas. Langkah selanjutnya, klien diminta apa yang menyebabkan hal itu terjadidengan suara keras. Dengan cara ini klien diharapkan dapat mendengarkan kata hatinya sendiri.
9.      Tetap Dengan Perasaan
Biasanya saat menghadapi suatu masalah klien menghindari perasaan-perasaan tertentu. Sebagai contoh perasaan sakit hati, cemburu, marah, dsb.
Dalam hal ini terapis akan meminta klien untuk bertahan dan membayangkan apa yang dihindarinya tersebut. Hal ini dilakukan untuk mendorong klien menyelami lebih jauh perasaan-perasaan sakit hati yang dialaminya. Cara ini dimaksudkan untuk membuka jalan menuju pertumbuhan dan makna baru dalam hidupnya.
10.  Mimpi
Mimpi merupakan manifestasi upaya klien untuk menekan aspek tertentu dalam ketidaksadaran. Dalam mimpi hal-hal yang ditekannya muncul ke permukaan.
Dalam terapi Gestalt, mimpi tersebut dihadirkan kembali ke dunia nyata. Klien tidak hanya membicarakan mimpinya, namun juga mengalaminya.

C.    TRANSACTIONAL ANALYSIS
                        Terapi ini dikembangkan oleh Eric Berne. Sebagai dokter jiwa, Berne mendapatkan tugas untuk memeriksa kesehatan mental ratusan prajurit Amerika. Untuk itu ia memiliki waktu yang terbatas. Sehubungan dengan hal tersebut, Eric mengembangkan metode yang cepat dan praktis guna mengenali kondisi mental para prajurit. Berdasarkan metode yang diterapkan ini, ternyata ia mampu mengenali karakteristik para prajurit dalam waktu singkat. Berdasarkan metode yang serupa dikembangkan Transactional Analysis Therapy atau terapi Analisis Transaksional (A. T.)
Analisis Transaksional merupakan bentuk terapi yang lebih memfokuskan pada kemampuan individu untuk mengambil keputusan baru. A. T. menekankan aspek kognitif-rasional-behavioral dalam membuat keputusan baru.
·         BEBERAPA POKOK PIKIRAN ANALISIS TRANSAKSIONAL
A.T. adalah sebuah teori tentang kepribadian dan cara sistematis untuk melakukan psikoterapi demi pertumbuhan dan perubahan pribadi. Sebagai teori kepribadian A.T. memberikan gambaran tentang bagaimana orang distruktur secara psikologis menggunakan model tiga bagian ego states. Dengan demikian, A.T. juga memaparkan teori tentang psikopastologi. A.T. juga digunakan sebagai teori tentang komunikasi untuk menganalisis system dan organisasi.
·         KONSEP TENTANG EGO STATES
Dalam perilakunya, manusia pada dasarnya memiliki tiga jenis ego: ego orang tua, orang dewasa dan anak.
Ø  Ego Orang Tua (Parent)
Ego orang tua merupakan introyeksi pikiran dan perasaan orang tua. Ego orang tua berisi hal-hal yang bersifat “harus” dilakukan, nilai-nilai, aspek moral. Secara khusus ego orang tua dapat dimaksudkan sebagai upaya meniru kembali sikap dan perilaku dari salah satu orang tua atau pengganti orang tua. Ego orang tua dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu ego orang tua pemelihara dan ego orang tua pengkritik.

Ø  Ego Orang Dewasa (Adult)
Ego orang dewasa adalah merupakan aspek realistic dalam diri seseorang. Ia merupakan bagian obyektif dari kepribadian. Aspek yang menjadi penekanan adalah fakta-fakta di sekitar dirinya. Berdasarkan fakta-fakta yang ada, ego orang dewasa mampu memeberikan pemecahan terbaik bagi persoalan yang sedang dihadapi.
Ø  Ego Anak (Child)
Ego anak berisi perasaan-perasaan, dorongan-dorongan, dan tindakan-tindakan yang bersifat spontan. Anak dalam diri kita dapat terbagi menjadi beberapa macam, yaitu:
1.      Anak alamiah, adalah anak yang impulsive, tidak terlatih, spontan dan ekspresif.
2.      Professor cilik bersifat manipulative dan kreatif.
3.      Anak yang disesuaikan menunjukkan adanya modifikasi yang dihasilkan dari pengalaman-pengalaman traumatik, tuntutan-tuntutan, latihan dan ketetapan-ketetapan yang dilakukan.
Egogram
Simbolisasi tiga bentuk ego dinampakkan dalam bentuk sirkulasi ke 3 aspek egogram. Egogram menggambarkan kondisi ego dalam bentuk grafik. Bagaimana energy dimunculkan nampak dalam komposisi kelima egogram. Tiga bentuk ego individu, masing-masing dibagi lagi manjadi komponennya, sehingga kesemuanya ada lima macam ego.
Pemilahan Ego
Ego
Pemilahan
Ego Orang Tua
Critical Parent (CP)
Nurturing Parent (NP)
Ego Dewasa

Ego Anak-Anak
Free Child (FC)
Adapted Child (AC)

Setiap individu memiliki kepribadian yang unik maka komposisi kelima aspek tersebut berlainan satu sama lainnya. Grafik yang tinggi menunjukkan energi dan waktu yang banyak tercurah pada jenis ego tersebut. Sedangkan grafik yang rendah menggambarkan energi dan waktu yang tidak banyak dicurahkan.


Bila salah satu bagian ego meningkat maka ego yang lainnya menurun. Egogram individu bersifat relatif menetap. Perubahan hanya dimungkinkan bila individu berkeinginan untuk melakukan perombakan komposisi ego di dalam dirinya.
Jenis Ego
Sifat
Critical Parent (CP)
Asertif, mengarahkan, membatasi, membuat aturan, menekankan nilai-nilai persona, mengutamakan kebenaran.
Terlalu banyak CP cenderung dictator.
Nurturing Parent (NP)
Empati, membimbing dan mendorong perkembangan.
Terlalu banyak NP cenderung tertekan.
Adult (A)
Rasional, factual, tepat, tidak emosional, obyektif.
Terlalu banyak A cenderung membosankan.
Free Child (FC)
Spontan, ingin tahu, bebas, memiliki hasrat yang tinggi, intuitif.
Terlalu banyak FC cenderung tidak terkontrol.
Adapted Child (AC)
Kompromis, konformis, adaptif, mudah menyesuaikan diri. Bisa juga muncul sikap yang bersifat pseudo-rebel (bersikap oposisional terhadap apa yang diharapkan)
Terlalu banyak AC timbul perasaan bersalah, depresi, seperti robot dan kekanak-kanakan.

Ø  Fokus Terapi
Ini ditujukan guna tercapainya keseimbangan tiga aspek ego dalam diri individu. Tujuan terapi adalah mencapai keseimbangan. Bukan berarti ketiga aspek ego dalam kondisi yang serupa. Namun yang penting tidak ada energi yang disalurkan secara berlebihan pada salah satu aspek ego saja.
Fungsi terapis adalah membantu klien mencapai keseimbangan dalam dirinya. Pada dasarnya individu sendiri bertanggung jawab akan keadaan dirinya. Manusia memiliki kemampuan untuk melakukan evaluasi berbagai aspek di dalam dirinya. Manyangkut masa lalunya, pikiran, kepribadian, gaya hidup, dan pengalaman yang bersifat negative untuk diubah dengan cara pandang yang lebih sehat.
Ø  Proses Terapi
Untuk membangkitkan tanggung jawab individu, selama proses terapi digunakan bahasa yang mudah untuk dimengerti. Proses terapi dimulai dengan membuat kontrak antara terapis dan klien. Hal ini menyangkut kondisi atau target yang akan dicapai dalam proses terapi.
D.    EXISTENSIAL THERAPHY DAN LOGOTHERAPHY
Teknik terapi eksistensial dan logotheraphy sulit sekali dipisahkan karena keduanya didasarkan pada aliran filsafat yang sama ( Eksistensialisme ) dan keduanya menggunakan pendekatan yang sama ( humanistik ) .
·         Konsep Dasar terapi eksistensial
Konsep dasar terapi eksistensial adalah mengubah konsep berpikir, dari kondisi merasa lemah dan tidak berdaya menjadi lebih bertanggung jawab dan mampu mengontrol kehidupannya sendiri, menemukan jati dirinya, sehingga menemukan kesadaran diri sendiri yang dapat mengeliminasi perasaan tidak berarti (not being) sedangkan perasaan tidak berarti ini biasanya muncul dalam kondisimerasa tidak berdaya , rasa bersalah ,putus asa dsb.
Konsep teori eksistensialis bukan merupakan sistem terapi yang komprehensif , eksistensialis memandang proses terapi dari susdut pandang suatu paradigma untuk memahami dan mengerti kondisi individu yang sedang bermasalah. Oleh karena itu, terapi eksistensialis memandang klien sebagai manusia bukan sekadar aspek pola perilaku beserta mekanismenya.
·         Proses terapi
Tahapan terapi eksistensialis dilakukan dengan memperhatikan beberapa langkah sbb :
o   Kesadaran akan tanggung jawab pribadi
Terapi berupaya untuk mengembangkan kemampuan klien untuk menggali perasaan dan perilakunya sendiri. Jika klien mengatakan “ saya tidak menyadari “ terapis mengomentari “ lalu kesadaran itu milik siapa ? “ dan memberikan pandangan bahwasanya tanggung jawab merupakan bagian dari kebebasan . Berdasarkan tanggung jawab yang dimiliki individu memiliki kebebasan melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang diinginkannya.
o   Mengenali keinginan klien
Klien perlu belajar bahwa keinginan memberikan makna dalam kehidupan. Keinginan merupakan bagian kehidupan yang harus diwujudkan, hubungan yang mesra , cinta kasih dapat terwujud karena adanya keinginan.
o   Pengambilan keputusan
Terapis perlu membantu klien untuk belajar membuat keputusan. Strategi yang penting adalah membuat membuat individu belajar mengenai kesiapan individu dalam menerima segala kemungkinan.
Jadi , dapat dijelaskan bahwasnya prinsip-prinsip psikologi humanistik adalah sbb :
Psikologi Humanistik mempunyai orientasi nilai yang berpegang pada pandangan optimistis dan konstruktif tentang manusia dan kapasitas dasar mereka untuk dapat menentukan diri sendiri (self-determining). Psikologi Humanistik didasari oleh keyakinan bahwa kekuatan niat (intentionality) dan nilai-nilai etis merupakan kekuatan-kekuatan psikologis yang penting, sebagai bagian dari penentu dasar perilaku manusia.
Karena itu, penekanan pada kebebasan individual harus diimbangi dengan pengakuan terhadap kesaling-tergantungan (interdependensi) antara individu yang satu dengan yang lain, dan saling tanggung jawab satu sama lain, tanggung jawab terhadap masyarakat dan kebudayaan, dan tanggung jawab terhadap masa depan. Karena itu praktik terapi humanistik selalu diarahkan pada upaya untuk meningkatkan kesadaran akan kekuatan pilihan pribadi, namun tetap memperhatikan keefektifan kelompok-kelompok sosial.
         Sedangkan Tujuan utama terapi humanistik adalah membawa individu untuk mengenali dorongan alamiah (innate tendency) untuk meningkatkan dirinya agar mengarah pada pertumbuhan (growth), kematangan (maturity) dan pengayaan hidup (life enrichment) dan memiliki karakteristik sbb :
a.       Sikap terapis lebih penting daripada latihan teknis atau keterampilan.  Dalam teori Roger, sikap terapis tersebut hendaknya ditandai dengan tiga ciri pokok: (1) kepekaan memahami pengalaman-pengalaman subjektif dan perasaan-perasaan klien secara akurat, (2) penghargaan positif tanpa syarat atau unconditional positive regards, dan (3) ketulusan (genuineness).
b.      Terapis memfasilitasi tumbuhnya suasana yang memungkinkan individu untuk mengenali dorongan terdalam di dalam dirinya yang akan mengarahkan dirinya pada sasaran yang positif dan konstruktif. Kalau manusia dapat diajak untuk melihat sisi dirinya yang terdalam, ia akan mempunyai kesadaran sendiri untuk memperbaiki beberapa perilaku-perilaku yang maladaptif. Perilaku-perilaku maladaptif ini pada dasarnya hanya merupakan topeng atau penampilan semu belaka.
c.             Terapis menekankan pemahaman manusia seutuhnya (the whole person). Manusia terndiri dari beberapa lapisan. Ada dua prinsip yang dipraktikkan, yaitu: (1) Adanya tanggung jawab sepenuhnya untuk diri pribadi. Terapis hanya menjadi fasilitator dan “cermin” bagi klien. (2) Pencapaian integrasi diri, yang erat kaitannya dengan konep the whole peron. Dalam hal ini, semua kekurangan dapat diperbaiki, semua ketertinggalan dapat dikejar, semua lubang kelemahan dapat ditutupi, dsb. Ini merupakan pandangan yang optimistik dari terapi humanistik yang hendak ditularkan kepada klien.
d.      Terapis menekankan terjadinya perubahan dan perkembangan. Manusia bukan makhluk yang statis, yang menjadi budak kebutuhan-kebutuhan biologis atau terpenjara oleh pengalaman masa lalunya.
e.       Menumbuhkan motivasi yang kuat pada diri individu dalam “proses menjadi” (being process). Dalam pendekatan psikologi yang lain, manusia baru berperilaku kalau ia merasakan suatu kekurangan (defisiensi) pada dirinya.



- Adha Anggraini, 101014041-






Tidak ada komentar:

Posting Komentar